Globalisasi
Anthony Giddens (2003)
membagi dua kelompok yang bersebrangan dalam memandang globalisasi. Pertama, kelompok skeptis. Kelompok ini memandang bahwaglobalisasi hanyalah
warisan using masa silam, kerena globalisasi tidak jauh berbeda dengan
kehidupan Negara seperti sebelumnya. Kedua,
kelompok radikal. Kelompok ini
memandang bahwaglobalisasi sangatlah riil pengaruhnya dan sudah memupuskan
batasan-batasan geografis dan politik negara.
Martin
Albrow mengatakan globalisasi merupakan proses dimana
penduduk dunia semakin terinkorporasi (terhubungan) kedalam masyarakat dunia
yang tunggal.
Emanuel
Richter mengatakan globalisasi adalah jaringan yang
menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar kedalam ketergantungan.
Mos
Kanter memaknai globalisasi sebagai pusat perdagangan dan
pembaelanjaan dunia di mana masyarakat di dunia bisa membeli barang-barang yang
sama dari ‘negeri tetangga’ di tempat mereka sendiri.
Robert
Cox
mengatakan bahwa globalisasi adalah kecendrungan bersatunya internasionalisasi
produksi, pembagian kerja internasional, migrasi penduduk dari selatan ke
utara, membuat negara menjadi agen globalisasi dunia.
Martin
Khor
memaknai globalisasi sebagai kolonialisasi baru oleh ‘dunia pertama’ (negara
kaya) di ‘dunia ketiga’ (negara berkembang).
Kemudian Giddens
menegaskan bahwa dalam globalisasi memiliki tiga komponen penting, yakni dalam
globalisasi mengndung aspek kultural, aspek ekonomi serta politik (Giddens,
2006; pontoh, 2003).
Jika hendak dikaikan
dengan revolusi teknologi maka bisa dikatakan bahwa proses globalisasi itu
berkembang melalui tiga tahap:
Pertama,
globalisasi 1.0 belangsung pada tahun 1942-1980. (sejak
Columbus berlayar ke seluruh dunia). Proses globalisasi ini adalah menyusutnya
dari dunia ukuran besar menjadi ukuran sedang. Proses globalisasi ini pelaku
utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global. Pada masa
ini, negara dan pemerintah yang biasanya dikendalikan oleh kuasa agama, proses
imprealisme, kolonialisme atau gabungan keduanya, mendobrak dinding dan
menjalin dunia menjadi satu hingga terjadilahpenyatuan global.
Kedua,
globalisasi 2.0 berlangsung sekitar tahun 1800-2000.
(Era depresi perang dunia 1 dan 2). Globalisasi ini menyusutkan dunia dari
ukuran sedang ke ukuran kecil. Proses globalisasi ini pelaku utama adalah
perusahhaan multinasional TNC/MNC.
Ketiga,
globalisasi 3.0 berlangsung sekitar tahun 2000-sekarang. Globalisasi ini
tidak memiliki batas ukuran. Pelaku utama dari globalisasi ini adalah individu
dengan segala skill, rasionalitas, dan otonominya bagi ekonomi global.
Kgiatan
ekonomi global dimulai sebelum abad 21. Saskia sassen (2001), konsep
globalisasi yang pada awalnya merupakan kegiatan ekonomi juga menciptakan
konsep baru terhadap arsitektur dan kota. Konsep ini akan berhubungan dengan
proses ekonomi yang tanpa batas, baik itu ide, flow kapital, tenaga kerja,
barang-barang, bahan mentah dan jga turis. Hal ini berpengaruh pada gejala
privatisasi, deregulasi, digitalisasi.
Jaringan
global tercipta terutama di perkotaan yang membawa dua implikasi. Pertama, jaringan global menciptakan
mata rantai hubungan d atara kota-kota. Ini memang menghasilakan kesamaan
tetapi kesamaan dalam keragaman. Kedua,
globalisasi menyentuh hanya bagian-bagian tertentu dari suatu kota bukan
keseluruhan kota.
Kondisi
ini melahirkan gerakan resistensi terhadap globalisasi. Resistensi dan
tantangan terhadap global dapat diidentifikasi menjadi 3 gerakan Menurut
Mansour Fakih (2003: 223-226). Pertama,
tantangan gerakan kultural dan agama terhadap globalisasi. Kedua, tantangan New Social
Movements dan globaln civic society
terhadap globalisasi. Ketiga, tantangan gerakan lingkungan terhadap
globalisasi.
Dari penjelasan
mengenai 3 aliran dalam Globalisasi, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa
terdapat kesinambungan antara globalisasi dengan perspektif poskolonialisme.
Poskolonialisme yang merupakan perspektif mengenani dampak adanya
kolonialisasi, hingga saat ini terdapat kolonialisasi modern terbukti dengan
adanya globalisasi yang mempermudah terjadinya kolonialisme modern. Jaman
kolonialisasi, adanya hubungan negara-negara penjajah dengan yang terjajah,
namun yang sekarang adalah hubungan saling ketergantungan secara global antara
negara berkembang yang pada jaman dulu sebagai negara terjajah dengan negara
maju yang dulunya sebagai negara penajajah (koloni).
Poskolonialisme
Poskolonialisme merupakan pendekatan
yang penting dalam beberapa ilmu diantaranya ilmu budaya, antropologi, dan
studi bahasa. Teori postkolonialisme itu sendiri dibangun atas dasar peristiwa
sejarah dan pengalaman pahit dijajah oleh bangsa lain. Permasalahan pokok dalam
poskolonialisme meliputi kegiatan masyarakat yang melampaui batas negara, isu bangsa
dan nasionalisme, dampak chauvinisme budaya sehingga memungkinkan terjadi
imperialisme. Poskolonialisme tidak setuju adanya penjajahan atao kolonialisme
karena hanya menyebabkan adanya superioritas dan inferioritas.
Poskolonialisme menunjukkan proses perlawanan
dan rekonstruksi oleh negara non-Barat terhadap negara Barat. Teori
poskolonialisme mengeksplorasi pengalaman penindasan, perlawanan, ras, gender,
representasi, perbedaan, penyingkiran, dan migrasi dalam hubungannya dengan
wacana-wacana penguasa Barat mengenai sejarah, filsafat,
sains, dan linguistik.
Dalam teori poskolonialisme terdapat 3
toko yang terkenal. Franz Fanon yang menyoroti dampak kolonialisme dalam bidang
psikologis yang juga berdampak pula terhadap budaya. Edward Said, melalui wacananya
Orientalisme yang memberikan wacana bahwa Bangsa Barat tidak sama dengan
Bangsa Timur, adanya superioritas dan inferioritas, termasuk dalam bidang
budaya. Dan Homi Bhabha yang dengan jelas menyoroti tentang budaya yang ada
akibat dari kolonialisme Barat terhadap Timur.
Poskolonialisme menaruh perhatian untuk
menganalisis era kolonial, teori poskolonialisme memperjuangkan narasi-narasi
kecil, membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk
fisik melainkan juga secara psikologis yang tidak hanya berdampak dalam segi
ekonomi tapi juga dalam hal budaya.
Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat pada
hakikatnya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek
kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku
seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah
kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Pandangan Poskolonialisme terhadap Globalisasi
Salah satu akibat adanya Globalisasi
yang juga berkaitan dengan poskolonialisme adalah dengan dipakainya bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional. Mengingat pada jaman dulu Inggris adalah
negara koloni yang sangat kuat. Jajahannya ada di mana-mana. Sehingga tak dapat
disangkal bahwa budayanya akan ada di setiap negara yang pernah dijajah oleh
Inggris.
Negara-negara Barat yang acapkali
selalu gencar dengan indutrialisasi dan modernisasi, dengan pembangunan ekonomi
liberal, struktur pemerintahan yang kuat, dan rasa identitas nasional yang
kuat. Negara-negara maju cenderung menguasai ekonomi untuk keuntungan negara
maju itu sendiri. Di era globalisasi, munculnya perusahaan
multi-nasional, dan kemudian, internet, telah mengubah sistem dunia yang
heterogen oleh decentering peran nation-state.
Postkolonialisme dan globalisasi
menawarkan dua pendekatan yang berbeda namun saling berhubungan dalam hal
transnasional budaya. Poskolonialisme memandang transanasional budaya dari
tingkat lokal ke tingkat yang signifikan berakar dalam karya intelektual
postkolonial dan didasarkan pada dekolonisasi dan pembangunan bangsa, dan
memnganggap budaya yang tersebar adalah produk Barat. Namun, dalam pandangan
globalisasi, transnasional budaya berasal dari transnasional studi yang
didasarkan pada kompleks teori disiplin berfokus pada struktur postnational dan
budaya yang kemudian disebarluaskan melalui kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi.
Globalisasi mempengaruhi hampir semua
aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Terjadinya
perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat, sehingga memunculkan kelompok
semacam kelompok dari luar negeri (Barat) dalam negaranya sendiri, seperti
meniru gaya punk, musik pop maupun jazz, dan juga berbagai macam westernisasi
dan americanisasi lainnya. Globalisasi sebagai bentuk imperialisme budaya
America juga imperialisme budaya Eropa ke negara-negara bekas jajahannya.
Globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi
budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari
persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di
dunia in. Perkembangan
globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan
berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media, seperti internet,
televisi, menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi
antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah
dilakukan yang menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.
Dampak negatifnya adanya globalisasi
budaya ini adalah banyaknya nilai dan budaya masyarakat yang mengalami
perubahan dengan cara meniru atau menerapkannya secara selektif, salah satu
contoh dengan hadirnya modernisasi disegala bidang kehidupan, terjadi perubahan
ciri kehidupan masyarakat desa di Indonesia yang tadinya kental sekali dengan
nilai-nilai gotong royong menjadi individual. Selain itu juga
timbulnya sifat ingin serba mudah dan gampang (instant) pada diri seseorang.
Pada sebagian masyarakat, juga sudah banyak yang mengikuti nilai-nilai budaya
luar yang dapat terjadi dehumanisasi yaitu derajat manusia nantinya tidak
dihargai karena lebih banyak menggunakan mesin-mesin
berteknologi tinggi.
Dalam pandangan poskolonialisme, negara-negara berkembang yang telah melalui
proses kolonisasi, dekolonisasi, dan postkolonialisme adalah bagian dari
sejarah panjang globalisasi. Tahap pertama, pada masa penjajahan yaitu dimana
negara koloni memanfaatkan kolonisasi dengan pembangunan modal kepentingan
ekspansi sendiri. Dan yang kedua, di era global dan pasar bebas ini, di mana
perusahaan multi-nasional di usia-media massa mulai menjamur dan melakukan
ekspansi pasar ke negara-negara berkembang, sekaligus menyebarkan budayanya
melalui pasar tersebut.
Konteks penjajah-terjajah dalam fenomena budaya sangat bermacam-macam. Banyak
hal yang unik dan menarik yang diungkap melalui teori poskolonialisme. Hegemoni
penjajah yang luar biasa, akan menjadi bahan kajian penelitian. Begitu pula
persinggungan pluralisme budaya, telah banyak menyuguhkan persoalan etnis,
khususnya di daerah rawan konflik.
Sangat ironi bagi negara-negara berkembang untuk melawan arus globalisasi yang
diciptakan bangsa barat yang diawali melalui zaman kolonialisasi, karena di
zaman sekarang sangat dibutuhkan persaingan yang sangat ketat. Dan
negara-negara berkembang secara ekonomi sudah terperangkap dengan dependensi
ekonomi terhadap negara maju. Lebih parah lagi globalisasi ekonomi menuntut
partisipasi dalam sistem ekonomi transnasional yang mengancam otonomi dan
identitas budaya dari semua-negara bangsa.
Di satu sisi, perkembangan ekonomi tampaknya terkait dengan investasi di
ekonomi global, tapi di sisi lain, globalisasi kontemporer membawa serta sebuah
homogenisasi, westernisasi kekuatan budaya yang mengancam otonomi budaya dan
identitas negara-bangsa. Melalui sejarah panjang globalisasi ini, globalisasi
meberikan tantangan juga janji terhadap negara-negara di dunia.
Penjelasan menurut Tokoh Poskolonialisme
Franz Fanon, tokoh poskolonialisme yang dilahirkan di Fort de-France pada 20
Juli 1925 ini merupakan salah satu yang memberikan wacan mengenai
poskolonialisme melalui karyanya “Black Skin White Masks” dan “The
Wretched of the Earth”. Melalui karyanya ini, Fanon menyimpulkan bahwa
adanya kolonialisasi melahirkan alienasi dan marginalisme psikologis yang
sangat hebat. Fanon adalah seorang psikiatri, menggunakan pandangan
poskolonialisme untuk menjelaskan efek psikologis yang dialami bangsa kulit
hitam sebagai obyek penderita di tengah dominasi kulit putih.
Kolonialisme kulit putih memberikan dampak inferiority complex yaitu perasaan
depended, tidak percaya diri, menyebabkan kemunduran kepribadian, reduksi
karakter, dan lost of identity. Karena hal ini, Fanon menyoroti, dampak
psikologis yang hebat ini, meski kolonialisme pada jaman sekarang sudah tidak
tampak seperti kolonialisme pada jaman dulu, sesungguhnya dampak yang
ditinggalkan masih tetap dirasakan sampai saat ini. Apalagi dengan adanya isu
globalisasi, seakan seperti melanjutkan kolonialisme klasik ke kolonialisme
modern.
Yang paling terkenal dalam teori poskolonial adalah Edward Said dengan karya Orientalism
yang menjadi tonggak berdirinya poskolonialisme. Oerientalisme memberikan
wacana bahwa Barat tidaklah sama denga Timur. Disini memberikan pandangan
seolah-olah bangsa Barat lebioh superior daripada Timur. Dan bangsa Timur
menjadi subjek pasif adanya kolonialisasi Barat.
Dalam poskolonialisme, selain pemikir Fanon dan Said, juga terkenal Homi Bhabha
dengan konsep hibriditas budaya. Homi Bhabha mengembangkan gagasan mengenai
studi poskolonial dengan fokus budaya. Bhabha menekankan bahwa apa yang
dihadirkan saat ini di dunia merupakan perwujudan representasi dari budaya
hybrid (cultural hybridity). Hibriditas tersebut maksudnya adalah asimilasi
budaya. Menurut Bhabha sebagai gagasan bahwa identitas dari dijajah dan
penjajah secara konstan berubah secara terus menerus dan saling mendukung.
Melalui konsep hibriditas ini, yang kemudian dalam globalisasi budaya
memunculkan yang disebut homogenitas budaya. Yaitu keseragaman budaya akibat
adanya pencampuran budaya, penyerapan budaya barat oleh negara-negara timur.
Homogenitas budaya sudah terlihat dari peniruan budaya barat. Misal dalam
musik, yaitu pemakaian musik pop dan jazz yang mendunia. Dalam bidang makanan,
di Indonesia saja sudah terdapat banyak sekali restoran-restoran fast food yang
termasuk produk budaya barat yang mengingnkan segalanya serba cepat dan instan.
Dalam bidang fashion, jeans sudah menjadi mode pakaian yang dianggap modern dan
mengglobal. Rock, punk, dan berbagai macam budaya yang berasal dari Barat yang
kemudian seolah-olah tanpa filter masuk ke negara-negara berkembang, seperti
Indonesia.
Analisis
Globalisasi saat ini dapat dikatakan sebagai kolonialisme
modern. Kolonialisme negara-negara maju terhadap negara berkembang. Hal itu
tidak dapat dipungkiri. Buktinya saja saat ini, tatanan internasional dipegang
oleh negara-negara maju. Muncul organisasi-organisasi internasional seperti PBB
yang memberikan hak veto dalam pengambilan keputusan terhadap negara maju,
yaitu Amerika Serikat, Rusia, RRC, Inggris, Perancis. Kemudian dalam bidang
ekonomi terdapat organisasi IMF, yang didalmanya juga di dominasi oleh negara
maju. WTO, organisasi tentang hubungan perdagangan antar bangsa diatur didalam
WTO. Hingga sekarang muncul yang dinamakan pasar bebas. Di dalam pasar bebas,
terjadi persaingan tinggi antara negara maju dengan negara berkembang. Hal itu
mengakibatkan negara berkembang yang masih belum maju dalam segi industrinya
makan akan kalah bersaing dengan negara maju.
Globalisasi juga dikenal sebagai
fenomena budaya secara luas. Bergerak dari sistem internasional untuk
mempelajari globalisasi, kita bergerak dari studi sempit pertukaran ekonomi
global atau yang lebih sering disebut sebagai pasar bebas, ke bentuk pertukaran
budaya transnasional.
Di era globalisasi seperti sekarang ini
menyebabkan apa yang dinamakan homogenitas budaya atau keseragaman budaya.
Budaya yang menentukan identitas individu dalam masyarakat satu negara, yang
dikomposisikan dari norma, aturan, yang terbentuk dalam kehidupan sosial. Jika
budaya homogen, maka tidak dapat membedakan budaya negara asal. Menjadikan
individu berkurang rasa nasionalismenya.
Terjadi westernisasi dan Americanisasi.
Seperti contoh yang telah diuraikan diatas, yaitu makanan, musik, gaya hidup,
dan gaya berpakaian yang cenderung meniru budaya barat. Ekonomi liberal yang
saat ini sedang berkembang juga dapat dijadikan sarana keberlangsungan global
culture. Dengan membuka pasar berarti membuka kesempatan masuknya budaya karena
setiap produk membawa budaya dari negara asal. Hal ini juga akan menimbulkan clashes
of civilization. Civilization adalah bentuk terluas dari budaya dan
mewakili tingkat identitas yang bisa saja tersebar melewati banyak negara.
Globalisasi tidak datang sendirinya,
namun melalui sejarah yang panjang. Sejarah panjang globalsasi tidak lepas dari
masa kolonialisme Barat terhadap bangsa Timur, yang kemudian sekarang
berkembang menjadi yang sering disebut dengan negara maju dan negara
berkembang.
STYLE TRADITIONAL
STYLE MODRN
Kesimpulan
Menurut perspektif poskolonialisme,
globalisasi tidak sekedar isu, tapi fenomenanya merupakan fenomena riil, yaitu
berupa hibriditas budaya yang menyebabkan homogenitas budaya yang terdapat di
era globalisasi akibat adanya kolonialisasi dan dampak kolonialisasi yang
dibahas melalui teori poskolonialisme. Poskolonialisme dalam memandang
globalisasi adalah globalisasi merupakan jalan untuk negara-negara maju tetap
melanggengakan kolonisasinya. Pengaruh-pengaruh negara maju masih terus
berlangsung terhadap negara-negara berkembang yang dulunya adlaah negara
jajahannya. Sehingga rasa superioritas dan inferioritas yang merupakan dampak
psikologis karena kolonialisasi seperti yang dibahas oleh Fanon akan tetap ada.
Dalam bidang budaya, hubungan antara
negara kolonial dengan negara yang dijajah tetap berlanjut dengan adanya
masuknya budaya-budaya negara maju ke negara berkembang sebagai bentuk
kolonialisasi modern. Globalisasi dengan tanda-tanda memudarnya batas-batas
antar negara, semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi yang bebas
keluar masuk dari satu negara ke negara lain mejembatani keberlangsungan itu,
sehingga terjadi homogenitas budaya.
Daftar Pustaka
Buku:
Tri Kartono, Drajad. 2010. Sosiologi
Perkotaan. Edisi Kedua: Universitas Terbuka.
Jurnal:
Warsono. 2007. Globalisasi dan Perubahan Budaya
Jay,
Paul. 2000. Globalization and The Postcolonial Condition. Modern Language
Association
http://www.scribd.com/doc/17144495/MAKALAH-GLOBALISASI (diunduh pada
tanggal 30 Desember 2010)
http://www.sociology.emory.edu/globalization/theories03.html (diunduh
pada tanggal 30 Desember 2010)
http://karomromlah.blogspot.com/2011/01/jurnal-teori-hi-globalisasi-dalam.html (diakses pada 11/01/2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar