Minggu, 12 April 2015

Dampak Globalisasi Dalam Perspektif Poskolonialisme Terhadap Perubahan Sosial Budaya


Globalisasi
Anthony Giddens (2003) membagi dua kelompok yang bersebrangan dalam memandang globalisasi. Pertama, kelompok skeptis. Kelompok ini memandang bahwaglobalisasi hanyalah warisan using masa silam, kerena globalisasi tidak jauh berbeda dengan kehidupan Negara seperti sebelumnya. Kedua, kelompok radikal. Kelompok ini memandang bahwaglobalisasi sangatlah riil pengaruhnya dan sudah memupuskan batasan-batasan geografis dan politik negara.
Martin Albrow mengatakan globalisasi merupakan proses dimana penduduk dunia semakin terinkorporasi (terhubungan) kedalam masyarakat dunia yang tunggal.
Emanuel Richter mengatakan globalisasi adalah jaringan yang menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar kedalam ketergantungan.
Mos Kanter memaknai globalisasi sebagai pusat perdagangan dan pembaelanjaan dunia di mana masyarakat di dunia bisa membeli barang-barang yang sama dari ‘negeri tetangga’ di tempat mereka sendiri.
Robert Cox mengatakan bahwa globalisasi adalah kecendrungan bersatunya internasionalisasi produksi, pembagian kerja internasional, migrasi penduduk dari selatan ke utara, membuat negara menjadi agen globalisasi dunia.
Martin Khor memaknai globalisasi sebagai kolonialisasi baru oleh ‘dunia pertama’ (negara kaya) di ‘dunia ketiga’ (negara berkembang).
Kemudian Giddens menegaskan bahwa dalam globalisasi memiliki tiga komponen penting, yakni dalam globalisasi mengndung aspek kultural, aspek ekonomi serta politik (Giddens, 2006; pontoh, 2003).
Jika hendak dikaikan dengan revolusi teknologi maka bisa dikatakan bahwa proses globalisasi itu berkembang melalui tiga tahap:
Pertama, globalisasi 1.0 belangsung pada tahun 1942-1980. (sejak Columbus berlayar ke seluruh dunia). Proses globalisasi ini adalah menyusutnya dari dunia ukuran besar menjadi ukuran sedang. Proses globalisasi ini pelaku utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global. Pada masa ini, negara dan pemerintah yang biasanya dikendalikan oleh kuasa agama, proses imprealisme, kolonialisme atau gabungan keduanya, mendobrak dinding dan menjalin dunia menjadi satu hingga terjadilahpenyatuan global.
Kedua, globalisasi 2.0 berlangsung sekitar tahun 1800-2000. (Era depresi perang dunia 1 dan 2). Globalisasi ini menyusutkan dunia dari ukuran sedang ke ukuran kecil. Proses globalisasi ini pelaku utama adalah perusahhaan multinasional TNC/MNC.
Ketiga, globalisasi 3.0 berlangsung  sekitar tahun 2000-sekarang. Globalisasi ini tidak memiliki batas ukuran. Pelaku utama dari globalisasi ini adalah individu dengan segala skill, rasionalitas, dan otonominya bagi ekonomi global.
Kgiatan ekonomi global dimulai sebelum abad 21. Saskia sassen (2001), konsep globalisasi yang pada awalnya merupakan kegiatan ekonomi juga menciptakan konsep baru terhadap arsitektur dan kota. Konsep ini akan berhubungan dengan proses ekonomi yang tanpa batas, baik itu ide, flow kapital, tenaga kerja, barang-barang, bahan mentah dan jga turis. Hal ini berpengaruh pada gejala privatisasi, deregulasi, digitalisasi.
Jaringan global tercipta terutama di perkotaan yang membawa dua implikasi. Pertama, jaringan global menciptakan mata rantai hubungan d atara kota-kota. Ini memang menghasilakan kesamaan tetapi kesamaan dalam keragaman. Kedua, globalisasi menyentuh hanya bagian-bagian tertentu dari suatu kota bukan keseluruhan kota.
Kondisi ini melahirkan gerakan resistensi terhadap globalisasi. Resistensi dan tantangan terhadap global dapat diidentifikasi menjadi 3 gerakan Menurut Mansour Fakih (2003: 223-226). Pertama, tantangan gerakan kultural dan agama terhadap globalisasi. Kedua, tantangan New Social Movements dan globaln civic society terhadap globalisasi. Ketiga, tantangan gerakan lingkungan terhadap globalisasi.
Dari penjelasan mengenai 3 aliran dalam Globalisasi, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa terdapat kesinambungan antara globalisasi dengan perspektif poskolonialisme. Poskolonialisme yang merupakan perspektif mengenani dampak adanya kolonialisasi, hingga saat ini terdapat kolonialisasi modern terbukti dengan adanya globalisasi yang mempermudah terjadinya kolonialisme modern. Jaman kolonialisasi, adanya hubungan negara-negara penjajah dengan yang terjajah, namun yang sekarang adalah hubungan saling ketergantungan secara global antara negara berkembang yang pada jaman dulu sebagai negara terjajah dengan negara maju yang dulunya sebagai negara penajajah (koloni).
Poskolonialisme
Poskolonialisme merupakan pendekatan yang penting dalam beberapa ilmu diantaranya ilmu budaya, antropologi, dan studi bahasa. Teori postkolonialisme itu sendiri dibangun atas dasar peristiwa sejarah dan pengalaman pahit dijajah oleh bangsa lain. Permasalahan pokok dalam poskolonialisme meliputi kegiatan masyarakat yang melampaui batas negara, isu bangsa dan nasionalisme, dampak chauvinisme budaya sehingga memungkinkan terjadi imperialisme. Poskolonialisme tidak setuju adanya penjajahan atao kolonialisme karena hanya menyebabkan adanya superioritas dan inferioritas.
Poskolonialisme menunjukkan proses perlawanan dan rekonstruksi oleh negara non-Barat terhadap negara Barat. Teori poskolonialisme mengeksplorasi pengalaman penindasan, perlawanan, ras, gender, representasi, perbedaan, penyingkiran, dan migrasi dalam hubungannya dengan wacana-wacana penguasa Barat mengenai sejarah, filsafat, sains, dan linguistik.
Dalam teori poskolonialisme terdapat 3 toko yang terkenal. Franz Fanon yang menyoroti dampak kolonialisme dalam bidang psikologis yang juga berdampak pula terhadap budaya. Edward Said, melalui wacananya Orientalisme yang memberikan wacana bahwa Bangsa Barat tidak sama dengan Bangsa Timur, adanya superioritas dan inferioritas, termasuk dalam bidang budaya. Dan Homi Bhabha yang dengan jelas menyoroti tentang budaya yang ada akibat dari kolonialisme Barat terhadap Timur.
Poskolonialisme menaruh perhatian untuk menganalisis era kolonial, teori poskolonialisme memperjuangkan narasi-narasi kecil, membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik melainkan juga secara psikologis yang tidak hanya berdampak dalam segi ekonomi tapi juga dalam hal budaya.
Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat pada hakikatnya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan belajar. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Pandangan Poskolonialisme terhadap Globalisasi
Salah satu akibat adanya Globalisasi yang juga berkaitan dengan poskolonialisme adalah dengan dipakainya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Mengingat pada jaman dulu Inggris adalah negara koloni yang sangat kuat. Jajahannya ada di mana-mana. Sehingga tak dapat disangkal bahwa budayanya akan ada di setiap negara yang pernah dijajah oleh Inggris.
Negara-negara Barat yang acapkali selalu gencar dengan indutrialisasi dan modernisasi, dengan pembangunan ekonomi liberal, struktur pemerintahan yang kuat, dan rasa identitas nasional yang kuat. Negara-negara maju cenderung menguasai ekonomi untuk keuntungan negara maju itu sendiri.  Di era globalisasi, munculnya perusahaan multi-nasional, dan kemudian, internet, telah mengubah sistem dunia yang heterogen oleh decentering peran nation-state.
Postkolonialisme dan globalisasi menawarkan dua pendekatan yang berbeda namun saling berhubungan dalam hal transnasional budaya. Poskolonialisme memandang transanasional budaya dari tingkat lokal ke tingkat yang signifikan berakar dalam karya intelektual postkolonial dan didasarkan pada dekolonisasi dan pembangunan bangsa, dan memnganggap budaya yang tersebar adalah produk Barat. Namun, dalam pandangan globalisasi, transnasional budaya berasal dari transnasional studi yang didasarkan pada kompleks teori disiplin berfokus pada struktur postnational dan budaya yang kemudian disebarluaskan melalui kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Terjadinya perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat, sehingga memunculkan kelompok semacam kelompok dari luar negeri (Barat) dalam negaranya sendiri, seperti meniru gaya punk, musik pop maupun jazz, dan juga berbagai macam westernisasi dan americanisasi lainnya. Globalisasi sebagai bentuk imperialisme budaya America juga imperialisme budaya Eropa ke negara-negara bekas jajahannya.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia in. Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media, seperti internet, televisi, menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan yang menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
            Dampak negatifnya adanya globalisasi budaya ini adalah banyaknya nilai dan budaya masyarakat yang mengalami perubahan dengan cara meniru atau menerapkannya secara selektif, salah satu contoh dengan hadirnya modernisasi disegala bidang kehidupan, terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat desa di Indonesia yang tadinya kental sekali dengan nilai-nilai gotong royong menjadi individual. Selain itu juga timbulnya sifat ingin serba mudah dan gampang (instant) pada diri seseorang. Pada sebagian masyarakat, juga sudah banyak yang mengikuti nilai-nilai budaya luar yang dapat terjadi dehumanisasi yaitu derajat manusia nantinya tidak dihargai karena lebih banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.
            Dalam pandangan poskolonialisme, negara-negara berkembang yang telah melalui proses kolonisasi, dekolonisasi, dan postkolonialisme adalah bagian dari sejarah panjang globalisasi. Tahap pertama, pada masa penjajahan yaitu dimana negara koloni memanfaatkan kolonisasi dengan pembangunan modal kepentingan ekspansi sendiri. Dan yang kedua, di era global dan pasar bebas ini, di mana perusahaan multi-nasional di usia-media massa mulai menjamur dan melakukan ekspansi pasar ke negara-negara berkembang, sekaligus menyebarkan budayanya melalui pasar tersebut.
            Konteks penjajah-terjajah dalam fenomena budaya sangat bermacam-macam. Banyak hal yang unik dan menarik yang diungkap melalui teori poskolonialisme. Hegemoni penjajah yang luar biasa, akan menjadi bahan kajian penelitian. Begitu pula persinggungan pluralisme budaya, telah banyak menyuguhkan persoalan etnis, khususnya di daerah rawan konflik.
            Sangat ironi bagi negara-negara berkembang untuk melawan arus globalisasi yang diciptakan bangsa barat yang diawali melalui zaman kolonialisasi, karena di zaman sekarang sangat dibutuhkan persaingan yang sangat ketat. Dan negara-negara berkembang secara ekonomi sudah terperangkap dengan dependensi ekonomi terhadap negara maju. Lebih parah lagi globalisasi ekonomi menuntut partisipasi dalam sistem ekonomi transnasional yang mengancam otonomi dan identitas budaya dari semua-negara bangsa.
            Di satu sisi, perkembangan ekonomi tampaknya terkait dengan investasi di ekonomi global, tapi di sisi lain, globalisasi kontemporer membawa serta sebuah homogenisasi, westernisasi kekuatan budaya yang mengancam otonomi budaya dan identitas negara-bangsa. Melalui sejarah panjang globalisasi ini, globalisasi meberikan tantangan juga janji terhadap negara-negara di dunia.
Penjelasan menurut Tokoh Poskolonialisme
            Franz Fanon, tokoh poskolonialisme yang dilahirkan di Fort de-France pada 20 Juli 1925 ini merupakan salah satu yang memberikan wacan mengenai poskolonialisme melalui karyanya “Black Skin White Masks” dan “The Wretched of the Earth”. Melalui karyanya ini, Fanon menyimpulkan bahwa adanya kolonialisasi melahirkan alienasi dan marginalisme psikologis yang sangat hebat. Fanon adalah seorang psikiatri, menggunakan pandangan poskolonialisme untuk menjelaskan efek psikologis yang dialami bangsa kulit hitam sebagai obyek penderita di tengah dominasi kulit putih.
            Kolonialisme kulit putih memberikan dampak inferiority complex yaitu perasaan depended, tidak percaya diri, menyebabkan kemunduran kepribadian, reduksi karakter, dan lost of identity. Karena hal ini, Fanon menyoroti, dampak psikologis yang hebat ini, meski kolonialisme pada jaman sekarang sudah tidak tampak seperti kolonialisme pada jaman dulu, sesungguhnya dampak yang ditinggalkan masih tetap dirasakan sampai saat ini. Apalagi dengan adanya isu globalisasi, seakan seperti melanjutkan kolonialisme klasik ke kolonialisme modern.
            Yang paling terkenal dalam teori poskolonial adalah Edward Said dengan karya Orientalism yang menjadi tonggak berdirinya poskolonialisme. Oerientalisme memberikan wacana bahwa Barat tidaklah sama denga Timur. Disini memberikan pandangan seolah-olah bangsa Barat lebioh superior daripada Timur. Dan bangsa Timur menjadi subjek pasif adanya kolonialisasi Barat.
            Dalam poskolonialisme, selain pemikir Fanon dan Said, juga terkenal Homi Bhabha dengan konsep hibriditas budaya. Homi Bhabha mengembangkan gagasan mengenai studi poskolonial dengan fokus budaya. Bhabha menekankan bahwa apa yang dihadirkan saat ini di dunia merupakan perwujudan representasi dari budaya hybrid (cultural hybridity). Hibriditas tersebut maksudnya adalah asimilasi budaya. Menurut Bhabha sebagai gagasan bahwa identitas dari dijajah dan penjajah secara konstan berubah secara terus menerus dan saling mendukung. Melalui konsep hibriditas ini, yang kemudian dalam globalisasi budaya memunculkan yang disebut homogenitas budaya. Yaitu keseragaman budaya akibat adanya pencampuran budaya, penyerapan budaya barat oleh negara-negara timur.
            Homogenitas budaya sudah terlihat dari peniruan budaya barat. Misal dalam musik, yaitu pemakaian musik pop dan jazz yang mendunia. Dalam bidang makanan, di Indonesia saja sudah terdapat banyak sekali restoran-restoran fast food yang termasuk produk budaya barat yang mengingnkan segalanya serba cepat dan instan. Dalam bidang fashion, jeans sudah menjadi mode pakaian yang dianggap modern dan mengglobal. Rock, punk, dan berbagai macam budaya yang berasal dari Barat yang kemudian seolah-olah tanpa filter masuk ke negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Analisis
Globalisasi saat ini dapat dikatakan sebagai kolonialisme modern. Kolonialisme negara-negara maju terhadap negara berkembang. Hal itu tidak dapat dipungkiri. Buktinya saja saat ini, tatanan internasional dipegang oleh negara-negara maju. Muncul organisasi-organisasi internasional seperti PBB yang memberikan hak veto dalam pengambilan keputusan terhadap negara maju, yaitu Amerika Serikat, Rusia, RRC, Inggris, Perancis. Kemudian dalam bidang ekonomi terdapat organisasi IMF, yang didalmanya juga di dominasi oleh negara maju. WTO, organisasi tentang hubungan perdagangan antar bangsa diatur didalam WTO. Hingga sekarang muncul yang dinamakan pasar bebas. Di dalam pasar bebas, terjadi persaingan tinggi antara negara maju dengan negara berkembang. Hal itu mengakibatkan negara berkembang yang masih belum maju dalam segi industrinya makan akan kalah bersaing dengan negara maju.
Globalisasi juga dikenal sebagai fenomena budaya secara luas. Bergerak dari sistem internasional untuk mempelajari globalisasi, kita bergerak dari studi sempit pertukaran ekonomi global atau yang lebih sering disebut sebagai pasar bebas, ke bentuk pertukaran budaya transnasional.

Di era globalisasi seperti sekarang ini menyebabkan apa yang dinamakan homogenitas budaya atau keseragaman budaya. Budaya yang menentukan identitas individu dalam masyarakat satu negara, yang dikomposisikan dari norma, aturan, yang terbentuk dalam kehidupan sosial. Jika budaya homogen, maka tidak dapat membedakan budaya negara asal. Menjadikan individu berkurang rasa nasionalismenya.
Terjadi westernisasi dan Americanisasi. Seperti contoh yang telah diuraikan diatas, yaitu makanan, musik, gaya hidup, dan gaya berpakaian yang cenderung meniru budaya barat. Ekonomi liberal yang saat ini sedang berkembang juga dapat dijadikan sarana keberlangsungan global culture. Dengan membuka pasar berarti membuka kesempatan masuknya budaya karena setiap produk membawa budaya dari negara asal. Hal ini juga akan menimbulkan clashes of civilization. Civilization adalah bentuk terluas dari budaya dan mewakili tingkat identitas yang bisa saja tersebar melewati banyak negara.
Globalisasi tidak datang sendirinya, namun melalui sejarah yang panjang. Sejarah panjang globalsasi tidak lepas dari masa kolonialisme Barat terhadap bangsa Timur, yang kemudian sekarang berkembang menjadi yang sering disebut dengan negara maju dan negara berkembang.
 
 STYLE TRADITIONAL
 
STYLE MODRN
Kesimpulan
Menurut perspektif poskolonialisme, globalisasi tidak sekedar isu, tapi fenomenanya merupakan fenomena riil, yaitu berupa hibriditas budaya yang menyebabkan homogenitas budaya yang terdapat di era globalisasi akibat adanya kolonialisasi dan dampak kolonialisasi yang dibahas melalui teori poskolonialisme. Poskolonialisme dalam memandang globalisasi adalah globalisasi merupakan jalan untuk negara-negara maju tetap melanggengakan kolonisasinya. Pengaruh-pengaruh negara maju masih terus berlangsung terhadap negara-negara berkembang yang dulunya adlaah negara jajahannya. Sehingga rasa superioritas dan inferioritas yang merupakan dampak psikologis karena kolonialisasi seperti yang dibahas oleh Fanon akan tetap ada.
Dalam bidang budaya, hubungan antara negara kolonial dengan negara yang dijajah tetap berlanjut dengan adanya masuknya budaya-budaya negara maju ke negara berkembang sebagai bentuk kolonialisasi modern. Globalisasi dengan tanda-tanda memudarnya batas-batas antar negara, semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi yang bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain mejembatani keberlangsungan itu, sehingga terjadi homogenitas budaya.

Daftar Pustaka

Buku:
Tri Kartono, Drajad. 2010. Sosiologi Perkotaan. Edisi Kedua: Universitas Terbuka.
Jurnal:
Warsono. 2007. Globalisasi dan Perubahan Budaya
Jay, Paul. 2000. Globalization and The Postcolonial Condition. Modern Language Association
http://www.scribd.com/doc/17144495/MAKALAH-GLOBALISASI (diunduh pada tanggal 30 Desember 2010)
http://www.sociology.emory.edu/globalization/theories03.html  (diunduh pada tanggal 30 Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar